Selasa, 08 Mei 2012

Manfaat Information Communication Technology (ICT) dalam Pembelajaran


MANFAAT IFORMATION COMMUNICATION TECHNEOLOGY (ICT) DALAM PEMBELAJARAN

PENDAHULUAN
            Pendidikan merupakan hal yang paling fundamental yang harus dimiliki oleh manusia. Pendidikan akan menjadikan manusia berkarakter dan bermartabat dalam hidupnya. Dewasa ini pendidikan telah mengalami peningkatan yang cukup pesat, salah satunya dengan digunakannya teknologi informasi (IT) dalam dunia pendidikan. Hal ini dikarenakan IT banyak sekali memberi manfaat dalam proses pembelajaran, yaitu penyampaian materi dari pengajar ke peserta didik yang lebih mudah. Dengan adanya IT dalam dunia pendidikan, menjadikan pembelajaran tidak monoton, kreatif dan inovatif. Karena dengan digunakannya teknologi informasi dalam penyampaian materi pembelajaran, menjadikan pengajar dan peserta didik lebih banyak ukntuk berkreasi dalam dunia teknologi, membuka wawasan semakin luas dengan dunia teknologi seperti adanya internet yang memudahkan siswa untuk menelusuri segala hal yang ingin diketahui mengenai dunia.
Dibanding Negara-negara lain, pendidikan di Indonesia masih termasuk ke dalam kulaitas yang rendah, oleh karena itu salah satu cara mengatasi permasalahan rendahnya kualitas dan efektifitas pendidikan di negara kita, alternatif yang dapat dilakukan yaitu dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam penyelenggaraan pendidikan karena informasi yang diwakilkan oleh komputer yang terhubung dengan internet sebagai media utamanya telah mampu memberikan kontribusi yang demikian besar bagi proses pendidikan. Teknologi interaktif ini memberikan katalis bagi terjadinya perubahan mendasar terhadap peran guru: dari informasi ke transformasi, dan aktifitas siswa dari pasif menuju lebih aktif dan mandiri dalam mengakses pengetahuan yang mutakhir. Oleh karena itu, sebaiknya setiap sistem pendidikan harus bersifat moderat terhadap teknologi sehingga dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk belajar dengan lebih cepat, lebih baik, dan lebih cerdas. Dengan demikian, teknologi informasi merupakan salah satu kunci untuk menuju model sekolah masa depan yang lebih baik.

·         Teknologi Informasi
Menurut William & Sawyer (Abdul Kadir & Terra CH, 2003), teknologi informasi didefinisikan sebagai teknologi yang menggabungkan komputer dengan jalur komunikasi kecepatan tinggi, yang membawa data, suara, dan video. Definisi ini memperlihatkan bahwa dalam teknologi informasi pada dasarnya terdapat dua komponen utama yaitu teknologi komputer dan teknologi komunikasi. Teknologi komputer yaitu teknologi yang berhubungan dengan komputer termasuk peralatan-peralatan yang berhubungan dengan komputer. Sedang teknologi komunikasi yaitu teknologi yang berhubungan perangkat komunikasi jarak jauh, seperti telephon, feximil, dan televisi.
Teknik atau prosedur untuk mengelola informasi disebut dengan teknologi informasi. Teknologi informasi secara sederhana dapat dipandang sebagai ilmu yang diperlukan untuk mengelola/memanag informasi agar informasi tersebut dapat secara mudah dicari atau ditemukan kembali. Sementara dalam pelaksanaannya untuk dapat mengelola informasi tersebut dengan baik, cepat, dan efektif, maka diperlukan teknologi komputer sebagai pengolah informasi dan teknologi komunikasi sebagai penyampai informasi jarak jauh.
Teknologi Informasi berbasis pada disiplin ilmu-ilmu Informatika, Teknik Komputer dan Manajemen Informatika yang semuanya terikat dalam Komputasi. Komputasi berarti pekerjaan yang berkaitan dengan aktivitas: hitung menghitung proses pengolahan, penyimpanan dan penyampaian informasi, akibatnya tiap jaringan komunikasi beralih menjadi sentral informasi dan bukan komputernya lagi. Pemanfaatan yang dulunya sangat terbatas, kini telah memasuki kedalam katagori strategis, pengaruhnya pada kelangsungan usaha tidak dapat dipungkiri lagi (PUSTEKKOM,2006).
Teknologi informasi dari massa ke massa selalu mengalami perkembangan yang pesat. Kemajuan yang pesat dalam bidang elektronika menyebabkan kemampuan komputer maju pesat dan cepat usang mengikuti Hukum Moore (Vide;Bill Gates, 1995 dalam PUSTEKKOM) di mana:
a)      Kemampuan chip komputer akan menjadi dua kali lipat setiap tahunnya
b)      Perangkat lunak semakin canggih
c)      Batas maya (virtual) tidak akan pernah tercapai.
Dalam dunia pendidikan, keberadaan sistem informasi dan komunikasi merupakan salah satu komponen yang tidak dapat dipisahkan dari aktivitas pendidikan. Dalam sebuah lembaga pendidikan harus memiliki komponen-komponen yang diperlukan untuk menjalankan operasional pendidikan, seperti siswa, sarana dan prasarana, struktur organisasi, proses, sumber daya manusia (tenaga pendidik), dan biaya operasi. Sedangkan sistem komunikasi dan informasi terdiri dari komponen-komponen pendukung lembaga pendidikan untuk menyediakan informasi yang dibutuhkan pihak pengambil keputusan saat melakukan aktivitas pendidikan (PUSTEKKOM,2006).


PEMBAHASAN
Pada dunia pendidikan di Indonesia computer sudah diperkenalkan dan digunakan di sekolah-sekolah mulai dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Bahkan di kota-kota besar kompouter sudah diperkenalkan sejak anak masuk taman Kanak-anak atau play group untuk bermain dan belajar. Selain membantu untuk pembelajaran inetraktif juga bersifat audio visual untuk memudahkan proses pembelajaran itu sendiri. Dengan computer kemudahan dalam mencari dan menyediakan bahan-bahan pembelajaran juga bisa didapatkan, misalnya dengan adanya konsep perpustakaan elektronik (e-library) atau buku elektronik (e-book). Selain itu juga internet dimungkinkan untuk mencari koleksi perpustakaan berupa buku-buku, modul, jurnal, makalah, majalah, surat kabar, dan lain-lain. Bahkan saat ini sudah bisa dilakukan pembelajaran jarak jauh melalui internet yang dikenal dengan elektronik learning (e-learning). Beberapa Negara telah menerapkan sekolah yang pembelajarannya melalui internet atau semacam universitas terbuka. Mahasiswanya dapat belajar melalui buku-buku atau modul yang disajikan secara menarik baik dalam bentuk teks atau audio visual yang disajikan melalui internet.
Perkembangan teknologi informasi (TI) yang sangat pesat merupakan potensi untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Internet sebagai anak kandung dari teknologi informasi menyimpan informasi tentang segala hal yang tidak terbatas, yang dapat digali untuk kepentingan pengembangan pendidikan. Dengan internet belajar tidak lagi dibatasi ruang dan waktu. Keberadaan teknologi informasi bagi dunia pendidikan berarti tersedianya saluran atau sarana yang dapat dipakai untuk menyiarkan program pembelajaran baik secara searah maupun secara interaktif. Pemanfaatan teknologi informasi ini penting mengingat kondisi geografis Indonesia secara umum berada pada daerah pegunungan yang terpencar ke dalam banyak pulau-pulau. Dengan adanya teknologi informasi memungkinkan diselenggarakannya pendidikan jarak jauh, sehingga memungkinkan terjadinya pemerataan pendidikan di seluruh wilayah bumi Indonesia, baik yang sudah dapat dijangkau transportasi darat maupun yang belum dapat dijangkau dengan transportasi darat. Dengan demikian pemanfaatan teknologi informasi dalam pendidikan mempunyai arti penting terutama dalam rangka pemerataan pendidikan dan peningkatan kualitas serta efektifitas penyelenggaraan pendidikan di Indonesia.
Untuk memanfaatkan teknologi informasi dalam proses pendidikan, ada beberapa langkah pengembangan yang dapat dilakukan antara lain sebagai berikut:
(1)   merancang dan membuat aplikasi database, yang menyimpan dan mengolah data dan informasi akademik, baik sistem perkuliahan, sistem penilaian, informasi kurikulum, manajemen pendidikan, maupun materi pembelajaran
(2)   merancang dan membuat aplikasi pembelajaran berbasis portal, web, multimedia interaktif, yang terdiri atas aplikasi tutorial dan learning tool
(3)   mengoptimalkan pemanfaatan TV edukasi sebagai materi pengayaan dalam rangka menunjang peningkatan mutu pendidikan
(4)   mengimplementasikan sistem secara bertahap mulai dari lingkup yang lebih kecil hingga meluas, sehingga memudahkan managemen pemanfaatan TI dalam proses penyelenggaraan pendidikan.
Sedangkan pemanfaatan teknologi informasi dalam proses pendidikan secara garis besar meliputi:
1.      Managemen Sistem Informasi
Sistem informasi managemen (SIM) merupakan sebuah sistem informasi keorganisasian yang mendukung proses-proses managemen. SIM yang baik sangat membantu dalam efisiensi waktu dan materi transaksi-transaksi organisasi serta mendukung fungsi operasi, managemen, dan pengambilan keputusan. Pemanfaatan teknologi informasi untuk menjalankan sistem informasi memungkinkan aliran informasi berjalan dengan cepat dan akurat. Database online yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan dan sekolah memudahkan terjadinya pertukaran informasi dan data dengan cepat. Kemudahan ini berarti efisiensi pelaksanaan pendidikan dalam segala hal. Sistem informasi akademik dengan database online di lembaga pendidikan sangat membantu orang tua untuk mendapatkan informasi perkembangan anaknya setiap saat. Database online memberikan kemudahan-kemudahan informasi bagi peserta didik, orang tua maupun masyarakat. Keberadaan WEB interaktif lembaga pendidikan memudahkan komunikasi antara lembaga pendidikan dengan masyarakat pelanggan. Visi, misi dan profil lembaga pendidikan dengan mudah dapat diketahui oleh masyarakat secara umum, sehingga akan berdampak pada meningkatnya minat masyarakat terhadap lembaga pendidikan tersebut. WEB akademik memberikan kemudahan peserta didik, guru, karyawan, orang tua , dan masyarakat, seperti kemajuan kemajuan kademik peserta didik, perkembangan harian, kewajiban administrasi, pendaftaran siswa baru dan lain-lain.
2.      E-Learning
Menurut Onno W. Purbo (2002), E-learning merupakan bentuk teknologi informasi yang diterapkan di bidang pendidikan dalam bentuk maya. Melalui e-learning belajar tidak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu. Belajar dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja. Belajar mandiri berbasis kreativitas peserta didik yang dilakukan melalui e-learning mendorong peserta didik untuk melakukan analisa dan sintesa pengetahuan, menggali, mengolah, dan memanfaatkan informasi, menghasilkan tulisan, informasi dan pengetahuan sendiri. Peserta didik dirasang untuk melakukan eksplorasi ilmu pengetahuan. E-learning dilakukan melalui jaringan internet, sehingga sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga siapa saja yang ada diberbagai belahan dunia. Fasilitas yang dapat dimanfaatkan oleh peserta didik untuk belajar melalui e-learning diantaranya: e-book, e-library, interaksi dengan pakar, email, mailling list, news group, worl wide web (www), dan lain-lain. Situs-situs yang menyediakan e-learning beberapa diantaranya yaitu: pendidikan.net, educasi.net, ilmu komputer, fisika.net, fisikamu.net untuk fisika, cascadeimei untuk matematika, plasa.com, pintar media.com dan banyak lagi situs lainnya. Pelaksanaan e-learning dapat dilakukan oleh berbagai pihak. Perguruan tinggi dan sekolah diharapkan mampu untuk menyelenggarakan e-learning sendiri. Secara sederhana e-learning dapat dilaksanakan oleh guru dengan membuat situs sendiri atau situs sekolah yang di-link dengan situs-situs yang berkaitan dengan pelajarannya. Situs guru’sekolah dapat diisi dengan materi pelajaran yang dapat divisualisasikan, tugas-tugas dan evaluasi.

·         Manfaat Internet (ICT) Terhadap Pendidikan
Dalam bidang pendidikan Internet telah memainkan peranan penting dalam proses pembelajaran. Meskipun di dunia pendidikan terdapat beberapa tantangan sebagai berikut:
a.       Proses pendidikan itu memerlukan waktu tenggang (lead time) yang cukup lama.
b.      Setidak-tidaknya seorang dituntut untuk mengikuti pendidikan sejak sekolah dasar sampai perguruan tinggi
c.       Dalam pendidikan itu berlaku prinsip “irreversibilitas”
d.      Tantangan yang kita hadapi di masa depan cendrung berkembang semakin kompleks, yang ditandai dengan semakin cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai akibat dari arus globalisasi yang semakin terbuka. (PUSTEKKOM,2006).
Selain penggunaan internet dalam dunia pendidikan, usaha lain untuk penggunaan IT dalam pendidikan antara lain diciptakannya model-model pembelajaran ataupun media pembelajaran yang berbasiskan IT, baik berupa CD pembelajaran interaktif maupun modul-modul materi pembelajaran yang bisa memberikan kemudahan pada peserta didik untuk memahami materi tersebut. Saat ini juga banyak sekolah-sekolah yang memberikan fasilitas e-learning pada siswanya. Dengan akses internet, siswa dapat mengakses e-learning dimana saja, kapan saja. E-learning berisi modul-modul pembelajaran, adanya forum diskusi yang memungkinkan untuk distance learning.
e-Education, istilah ini mungkin sudah tidak asing bagi bangsa Indonesia. e-education (Electronic Education) ialah istilah penggunaan TI di bidang Pendidikan. Internet membuka sumber informasi yang tadinya susah diakses. Akses terhadap sumber informasi bukan menjadi masalah lagi. Perpustakaan merupakan salah satu sumber informasi yang mahal harganya. Dengan adanya Internet memungkinkan seseorang di Indonesia untuk mengakses perpustakaan di Amerika Serikat berupa Digital Library. Sudah banyak cerita tentang pertolongan Internet dalam penelitian, tugas akhir. Tukar menukar informasi atau tanya jawab dengan pakar dapat dilakukan melalui Internet. Tanpa adanya Internet banyak tugas akhir dan thesis yang mungkin membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk diselesaikan (Oetomo, B.S.D, 2002).

·         ICT sebagai Media Pembelajaran
Pemanfaatan teknologi informasi sebagai media pembelajaran dapat melalui pemanfaatan internet dalam e-learning maupun penggunaan computer sebagai media interaktif. Diharapkan dengan penggunaan media ini dapat merangsang pikiran, perasaan, minat serta perhatian peserta didik sedemikian rupa sehingga proses pembelajaran dapat terjadi. Selaian itu, proses pembelajaran akan lebih efektif karena penggunaan media pembelajaran memungkinkan teratasinya hambatan dalam proses komunikasi guru-peserta didik seperti hambatan fisiologis, psikologis, kultural, dan lingkungan. Para peneliti menemukan bahwa ada berbagai cara peserta didik dalam memproses informasi belajar yang bersifat unik. Sebagian siswa lebih mudah memproses informasi belajar secara visual, sebagian lain lebih mudah memproses informasi melalui suara (auditorial), dan sebagian lain lebih mudah memproses informasi belajar dengan cara melakukan sentuhan/praktek langsung atau kinestetik (Bobby DePorter & Mike Hernacki, 1999). Efektifitas belajar sangat dipengaruhi gaya belajar dan bagaimana cara belajar. Menurut Bobby DePorter (1999), 10% informasi diserap dari apa yang kita baca, 20% dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat dan dengar, 70% dari apa yang kita katakan, dan 90% dari apa yang kita katakan dan kita lakukan. Sesuai dengan hasil penelitian DePorter tersebut, komputer memenuhi persyaratan sebagai media pembelajaran yang efektif, karena komputer mampu menyuguhkan informasi yang berupa video, audio, teks, grafik, dan animasi, serta penggunaannya melibatkan ketrampilan kinestetik.
Secara umum pemanfaatan teknologi informasi sebagai media pembelajaran dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu:
1.      memanfaatkan komputer sebagai media penyampaian materi ajar, yang biasa dikenal dengan istilah Computer Assisted Instruksional (CAI) atau Computer-Based Training (CBT). Pada pemanfaatan jenis ini, informasi (materi belajar) yang hendak disampaikan kepada peserta didik dikemas dalam suatu perangkat lunak (program). Peserta didik kemudian dapat belajar dengan cara menjalankan program atau perangkat lunak tersebut di komputer. Bila dirancang dengan baik, dapat diciptakan paket program pembelajaran untuk melakukan simulasi atau materi praktek, yang juga dapat memberikan umpan balik secara langsung terhadap kemajuan belajar peserta didik tersebut melalui rekaman hasil evaluasi belajar.
2.      memanfaatkan teknologi informasi sebagai media pendistribusian materi ajar melalui jaringan internet. Materi ajar dapat dikemas dalam bentuk webpage, atau pun program belajar interaktif (CAI atau CBI). Materi ajar ini kemudian ditempatkan di sebuah server yang tersambung ke internet, sehingga dapat diambil oleh peserta didik baik dengan menggunakan web broser atau file transport protocol (aplikasi pengiriman file).
3.      memanfaatkan teknologi informasi sebagai media komunikasi dengan pakar, atau nara sumber, atau peserta didik yang lainnya (teleconferences). Momen komunikasi ini dapat digunakan untuk menanyakan hal-hal yang tidak bisa dimengerti, atau mengemukakan pendapat supaya dapat ditanggapi oleh peserta didik yang lain atau oleh guru.
Dengan demikian, peserta didik bisa mendapat umpan balik dari pakar atau dari narasumber serta dari teman peserta didik yang lain mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pemahaman materi ajar.
·         ICT sebagai Pendidikan Life Skill
Teknologi informasi dengan komputer sebagai jantungnya telah memasuki berbagai aspek kehidupan. Hampir semua bidang pekerjaan membutuhkan komputer. Pekerjaan yang membutuhkan ketrampilan menggunakan komputer terbuka luas. Ketrampilan menggunakan komputer merupakan salah satu kecakapan hidup yang sangat dibutuhkan untuk bersaing dalam sistem ekonomi berbasis ilmu pengetahuan. Pendidikan teknologi informasi mengandung kecakapan hidup yang dapat dikembangkan baik specific life skill maupun general life skill. Kecakapan dalam mengoperasikan komputer menggunakan program, baik aplikasi maupun bahasa pemrograman merupakan kecakapan hidup yang bersifat vokasional. Sementara ketrampilan menggali informasi internet pada internet, mengolah dan memanfaatkannya merupakan general life skill.


SIMPULAN
Dari paparan di atas dapat diambil kesimpulan antara lain:
Pemanfaatan teknologi informasi dalam pendidikan mempunyai arti penting terutama dalam upaya pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan kualitas pendidikan, dan peningkatan efektifitas pendidikan. Adapun untuk pengembangan teknologi informasi di lembaga pendidikan, ada beberapa langkah yang perlu dilakukan, antara lain yaitu:
1.      merancang dan membuat aplikasi database
2.      merancang dan membuat aplikasi pembelajaran berbasis portal, web, multimedia interaktif, yang terdiri atas aplikasi tutorial dan learning tool
3.      mengoptimalkan pemanfaatan TV edukasi sebagai materi pengayaan dalam rangka menunjang peningkatan mutu pendidikan
4.      mengimplementasikan sistem secara bertahap.
Pemanfaatan teknologi informasi untuk meningkatkan kualitas dan efektifitas proses pendidikan antara lain meliputi; managemen sistem informasi (SIM), e-learning, media pembelajaran, dan pendidikan life skill.
Adapun pemanfaatan teknologi informasi sebagai media pembelajaran dapat melalui pemanfaatan internet dalam e-learning maupun penggunaan computer sebagai media interaktif. Diharapkan dengan penggunaan media ini dapat merangsang pikiran, perasaan, minat serta perhatian peserta didik sedemikian rupa sehingga proses pembelajaran dapat terjadi. Selaian itu, proses pembelajaran akan lebih efektif karena penggunaan media pembelajaran memungkinkan teratasinya hambatan dalam proses komunikasi guru-peserta didik seperti hambatan fisiologis, psikologis, kultural, dan lingkungan.



DAFTAR PUSTAKA

Abdul Kadir & Terra CH. (2003). Pengenalan Teknologi Informasi. Yogyakarta: Andi Offset. Bobby DePorter (1999). Quantum Learning. Jakarta: Kaifa
Onno W. Purbo (2002). Teknologi e-Learning. Jakarta: Elex Media Komputindo
PUSTEKKOM, 2006, “Teknologi Informasi dan Komunikasi (Information Communication Technology)”



Sabtu, 05 Mei 2012

Pragmatics and Indirectness

READING RESPON OF PRAGMATIK
(Pragmatics and Indirectness)

Tuturan ketidaklangsungan dalam pragmatic adalah suatu tuturan yang diujarkan secara tidak langsung pada inti yang dimaksud, yaitu dengan menggunakan kata-kata yang berbelit-belit. Tuturan secara tidak langsung mempunyai efek boros dan beresiko.
·         Boros
Boros karena tuturan yang diujarkan berbelit-belit, tidak langsung kepada inti yang dimaksud sehingga penutur harus menggunakan banyak kata yang sebenarnya tidak perlu karena penutur dapat langsung mengatakan inti yang dimaksud, dan ini menjadikan kata-kata yang dikeluarkan mubazir dan sia-sia. Misalnya penutur yang ingin mengatakan kata ‘buku’ tetapi dia tidak tahu bahwa itu benda yang dimaksud bernama buku, maka ketika dia ingin mengujarkannya kata dari benda yang dimaksud akan kehilangan prinsip.
Misalnya penutur mengujarkan kata buku dengan ujaran: ‘sesuatu yang dibaca’, ‘tebal’, ‘bercover’, ‘suatu ilmu’. Sebenarnya inti dari ujarannya itu adalah satu kata yaitu buku, tetapi karena penutur tidak mengetahui bahwa benda yang dimaksud bernama buku, maka dia mengujarkan kata-kata seperti tadi. Kata-kata tersebut bersifat mubazir atau boros karena tidak diperlukan dan tidak langsung mengena pada inti yang dimaksud oleh penutur.
Dalam tuturan ketidaklangsungan dapat dilihat dari contoh masyarakat yang berujar dengan memanfaatkan konteks yang ada. Masyarakat tersebut berada di pulau Trobian, jika mereka mengatakan sesuatu selalu memanfaatkan konteks yang ada. Misalnya ketika ingin mengatakan kata ‘perahu’ mereka tidak langsung mengatakan kata ‘perahu’, tetapi dengan mengujarkan kata-kata ‘sampan’, ‘layar’, ‘dayung’, padahal inti dari ujaran-ujaran itu adalah perahu, tetapi karena masyarakat di sana masih primitive sehingga mereka tidak mengetahui bahwa benda yang digunakan untuk berlayar dan mengarungi laut adalah perahu. Dalam hal ini pendengar harus mempunyai pengetahuan dunia yang luas. Jika pendengar mempunyai pengetahuan dunia, maka dengan ujaran-ujaran tidak langsung tersebut, pendengar akan dapat langsung menangkap dan mengerti inti dari ujaran tersebut adalah perahu.
·         Beresiko
Selain bersifat boros, tuturan tidak langsung juga bersifat beresiko bagi pendengar, maksudnya penutur yang mengujarkan tuturan tidak langsung pasti akan menggunakan banyak kata-kata yang tidak diperlukan, sehingga kalimat yang berbelit-belit tersebut akan membuat pendengar menjadi bingung dan tidak  bisa menangkap apa yang sebenarnya dimaksud oleh penutur.
Misalnya penutur yang ingin mengucapkan kata ‘buku’ di atas, karena dia tidak tahu benda yang dimaksud adalah bernama buku, maka dia mengujarkan sesuatu tersebut dengan ujaran ‘sesuatu yang dibaca’, ‘tebal’, 'bercover’, ‘suatu ilmu’. Kata-kata tersebut akan membuat bingung pendengar karena tidak memahami ujaran penutur. Itulah resiko dari tuturan tidak langsung.
Contoh lainnya :
“setiap hari aku selalu minum wisky”
Ujaran di atas akan menimbulkan dua penafsiran, yaitu :
1)      Si aku meminum wisky setiap hari tetapi hanya satu kali.
2)      Si aku meminum wisky memang setiap hari dan terus menerus tanpa meminum air putih atau minuman yang lainnya.
Dari contoh di atas, dapat dilihat bahwa kalimat tersebut menimbulkan resiko bagi pendengar karena tidak langsung kepada inti sehingga pendengar dapat menafsirkan banyak arti dari kalimat tersebut.
Sebagian orang berpendapat bahwa tuturan ketidaklangsungan adalah sesuatu yang bersifat irasional karena tuturan yang diucapkan dianggap aneh dan tabu oleh pendengar. Tetapi sebenarnya tuturan tidak langsung adalah rasional, karena di dunia ini tidak ada sesuatu yang tidak dapat diungkapkan, hanya saja penutur tidak dapat mengekspresikan sesuatu yang dimaksud tersebut itu secara langsung dikarenakan mungkin kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh penutur, sehingga dengan tuturan tidak langsung tersebut penutur bisa mencapai maksud yang ingin dicapainya meskipun diujarkan secara tidak langsung. Sebagai manusia yang mempunyai akal pikiran, pasti memiliki kemampuan untuk mengekspresikan sesuatu yang diinginkan melalui kata-kata atau tindakan ataupun isyarat. Hal ini berarti bahwa manusia akan dapat menuangkan apa yang diinginkan atau dimaksudkan melalui kata-kata yang diujarkan meskipun secara tidak langsung. Semua keinginan yang dituangkan secara tidak langsung tersebut akan tercapai bila pendengar mempunyai pengetahuan dunia, sehingga pendengar dapat menangkap maksud dari penutur.
Contoh :
·         Di sini panas sekali y!
Dari contoh ujaran di atas, pendengar dapat menafsirkan dengan dua pengertian, yaitu penutur ingin Ac ruangan dihidupkan, atau di ruangan tersebut memang benar-benar sedang dalam cuaca panas. Jika pendengar mempunyai pengetahuan dunia, maka pendengar dapat langsung menangakap bahwa maksud dari ujaran penutur adalah ia ingin Ac ruangan dihidupkan, sehingga dengan sigap seharusnya pendengar menyalakan Ac ruangan. Dalam hal ini penutur tidak langsung memberi perintah kepada pendengar untuk menyalakan Ac, tetapi ia mengutarakan keinginannya itu secara tidak langsung yaitu dengan ujaran “di sini panas sekali y!”, padahal penutur bisa saja mengujarkan “tolong Acnya dihidupkan!”.
Dari contoh di atas jelas sekali terlihat tuturan tidak langsung dari penutur kepada mitra tutur atau pendengar.




DAFTAR PUSTAKA
Thomas, Jenny. 1995. Meaning in Interacti

ESTETIKA RESEPSI


ESTETIKA RESEPSI DAN TEORI PENERAPANNYA

Estetika resepsi atau estetika tanggapan adalah estetika (ilmu keindahan) yang didasarkan pada tanggapan-tanggapan atau resepsi pembaca terhadap karya sastra karena karya sastra itu tidak lepas dari individu atau masyarakat.
Pada dasarnya orientasi terhadap karya sastra itu ada 4 macam seperti digambarkan oleh M.H Abrams, yaitu :
  1. mimetik/alam/universal, mimetik menjadi alat tiruan bagi sebuah karya sastra sebagai kreatifitas pengarang. Menurut Abrams, karya sastra adalah sebagai tiruan alam atau penggambaran alam. Segala sesuatu yang terdapat dalam karya sastra adalah wujud yang terdapat di alam semesta. Segala isi yang ada di dunia ini menjadi ide yang dituangkan dalam sebuah karya sastra.
  2. objektif/karya sastra, karya sastra tidak adalah alat pengungkapan perasaan pengarang yang menjadi kreatifitasnya. karya sastra menjadi objek tiruan alam. Sebuah karya sastra tidak akan mampu menjadi objek yang estetis tanpa meniru dari alam karena manusia hidup di alam dengan sarana-saranya yang ada di dunia, sehingga jika manusia menjadikan karya sastra tanpa tanpa tiruan dari alam maka mustahil karya sastra itu akan menimbulkan rasa bagi pembacanya. Karena rasa yang ada dalam jiwa pembaca itu karena pembaca merasakannya di alam yaitu tempat manusia hidup.
  3. ekspresif/pengarang, adalah sebagai pembuat ide dan kreatifitas. Seorang pengarang melihat kenyataan atau realitas alam lalu alam memunculkan sebuah ide dalam fikiran pengarang kemudian pengarang menuangkannya dalam sebuah karya sastra. Maka faktor mimetik dalam teori Abrams  sangat berpengaruh dalam kesastraan karena pengarang tidak akan mampu berkreatifitas tanpa adanya tiruan yaitu alam semesta.
  4. pragmatik/pembaca, pembaca ketika melihat sebuah karya sastra pasti akan melakukan sebuah tanggapan atau komentar tentang karya sastra yang dibacanya, karena dalam hal ini karya sastra melakukan defamiliarisasi dalam bentuk bahasanya sehingga defamiliarisasi mampu menggugahkan hati pembaca dengan rasa yang ada di jiwanya karena bahasa defamiliarisasi berbeda dengan bahasa praktis atau bahasa komunikasi. Pembaca mendapatkan sebuah rasa ketika membaca sebuah karya sastra karena karya sastra adalah memuat tentang tiruan alam sehingga pembaca mampu merasakan apa yang dibahas oleh kajian karya sastra tersebut.
Sebuah karya sastra tidak akan mempunyai nilai tanpa adanya tanggapan dan penilaian pembaca, karena itu faktor pragmatik juga sangat penting diterapkan yaitu pada teori resepsi pembaca.

Dalam hubungan ini estetika resepsi itu termasuk pada orientasi pragmatik. Karya sastra itu sangat erat hubunganya dengan pembaca, yaitu karya sastra itu ditujukan kepada pembaca, bagi kepentingan masyarakat pembaca. Disamping itu pembacalah yang menentukan makna dan nilai karya sastra. Karya sastra itu tidak mempunyai arti tanpa ada pembaca yang menanggapinya dan karya sastra akan mempunyai nilai karena pembaca yang menilai.
Dalam hubunganya dengan resepsi atau tanggapan pembaca itu akan berbeda beda tanggapannya karena pembaca mempunyai tangapan dan pemikiran sendiri mengenai objeknya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan cakrawala harapannya. Cakrawala harapan ini adalah harapan-harapan seorang pembaca terhadap karya sastra. Tiap pembaca mempunyai wujud sebuah karya sastra sebelum ia membacanya. Dalam arti, seorang pembaca mempunyai konsep tertentu tentang sebuah karya sastra baik puisi, cerpen, novel, atau bentuk karya sastra lainnya. Seorang pembaca itu mengharapkan bahwa karya sastra yang dibaca itu sesuai dengan pengertian sastra yang dimilikinya. Dengan demikian, pengertian mengenai sastra seseorang dengan orang lain itu mungkin berbeda, lebih-lebih pengertian sastra antara sebuah periode dengan periode lain itu tentu akan sangat berbeda. Perbedaan itu disebut perbedaan cakrawala harapan. Adapun cakrawala harapan seseorang itu ditentukan oleh pendidikan, pengalaman, pengetahuan, dan kemampuan dalam menanggapi karya sastra. Begitu juga halnya cakrawala harapan sebuah periode. Hal ini seperti juga diterangkan oleh Segers, bahwa cakrawala harapan itu ditentukan oleh tiga faktor, yaitu:
  1. Ditentukan oleh norma-norma yang terdapat dari teks yang telah dibaca
  2. Ditentukan oleh pengetahuan dan pengalaman atas semua teks yang telah dibaca sebelumnya.
  3. Pertentangan antara fiksi dan kenyataan, yaitu kemampuan pembaca untuk memahami baik dari unsur intrinsik maupun ekstrinsik sebuah karya sastra.
Sebuah karya sastra adalah wujud ekspresi yang padat, maka hal-hal yang kecil tidak disebutkan, begitu juga hal-hal yang tak langsung berhubungan dengan cerita atau masalah. Dengan demikian, setiap pembaca diharapkan mengisi kekosongan tersebut.
Dalam teori estetika resepsi hal yang paling utama diperhatikan adalah pembaca karya sastra yang berada diantara posisi segitiga pengarang, karya sastra, dan masyarakat pembaca. Hal ini disebabkan oleh kehidupan historis sebuah karya sastra tidak terfikirkan tanpa partisipasi para pembacanya.
Apresiasi pembaca pertama terhadap sebuah karya sastra akan dilanjutkan dan diperkaya melalui tanggapan-tanggapan yang lebih lanjut dari generasi ke generasi. Dengan cara ini makna historis karya sastra akan ditentukan dan nilai estetika terungkap. Sebuah karya sastra bukanlah objek yang berdiri sendiri dan yang memberikan wajah yang sama pada masing-masing pembaca disetiap periode.
Dalam metode estetika resepsi diteliti tanggapan-tanggapan setiap periode, yaitu tanggapan-tanggapan sebuah karya sastra oleh para pembacanya, yaitu pembaca yang kritikus sastra dan ahli sastra yang dipandang dapat mewakili para pembaca pada periodenya.
Dalam meneliti karya sastra berdasarkan metode estetik resepsi, sesungguhnya dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara sinkronik dan diakronik. Sinkronik ialah cara penelitian resepsi terhadap sebuah karya sasra dalam satu masa atau periode. Jadi, disini yang diteliti oleh resepsi pembaca dalam satu kurun waktu. Namun, harus diingat bahwa dalam satu kurun waktu itu, biasanya ada norma-norma yang sama dalam menanggapi karya sastra. Akan tetapi, karena tiap-tiap orang itu memiliki cakrawala harapan sendiri-sendiri, maka mereka akan menanggapi sebuah karya sastra secara berbeda-beda seperti dalam paham seni untuk seni dan seni untuk masyarakat yaitu dalam teori Marxisme. Marxis mengatakan bahwa pengarang harus membela kaum bawah dan kaerya sastra yang baik adalah karya sastra ynag membela kaum bawah, kaum bawah dalam hal ini adalah masyarakat. Marxis sangat menentang seni untuk seni karena menurutnya seni yang baik adalah seni yang memuat mengenai keadaan masyarakat dan kenyataan hidupnya.
Teori resepsi pembaca juga dapat dihubungkan dengan paham formalisme karena formalis juga menekankan konsep deotomatisasi. Formalisme lebih menekankan pada bentuk (form) dan isi dalam bahasa. Ketertarikan utama dari kaum formalis adalah untuk menentukan perbedaan kualitas dari puisi dan seni dalam perbandingan dengan bahasa praktis, hal ini berhubungan dengan bahasa yang defamiliarisasi, karena kaum formalisme menekankan dua konsep dalam penelitian sastra, yaitu : konsep defamiliarisasi dan deotomisasi. Konsep defamiliarisasi adalah konteks sifat sastra yang asing, para pengarang boleh saja membuat teks sastra berbeda dengan suasana sesungguhnya, akibatnya teks sastra akan sulit dipahami karena menggunakan bahasa yang spesifik. Dalam hal ini teks sastra kehilangan otomatisasi (deotomatisasi) untuk dipahami oleh pembaca. Pembaca dapat membuat tafsiran sendiri-sendiri karena pembaca tidak secara otomatis atau langsung dapat menangkap makna teks tanpa tafsiran, ini hubungannya dengan otomatisasi persepsi pembaca yaitu semua pembaca mempunyai tafsirannya sendiri-sendiri secara berbeda.
Adapun mengetahui tanggapan yang bermacam-macam itu dapat dikumpulkan tanggapan-tanggapan pembaca yang menulis (kritikus) ataupun dapat dilakukan dengan mengedarkan angket kepada pembaca-pembaca sekurun waktu. Dari hasil angket yang diedarkan itu, dapat diteliti konkretisasi dari masing-masing pembaca.  Dengan demikan, dapat disimpulkan bagaimana nilai sebuah karya sastra itu pada suatu kurun waktu.
            Akan tetapi, meskipun telah dapat diketahui konkretisasi pembaca-pembaca terhadap suatu karya sastra pada suatu kurun waktu, bagaimanapun berbagai macam tanggapan atas sebuah karya sastra, namun nilai seni karya satra tersebut belum teruji historis. Maka, penelitian secara diakronislah yang akan lebih kuat menunjukan nilaqi seni sebuah karya sastra sepanjang waktu yang telah dilaluinya.
            Penilaian secara diakronis ini dapat dilakukan seperti yang telah disinggung dalam fasal empat, yaitu dengan mengumpulkan tanggapan-tanggapan pembaca-pembaca ahli sebagai wakil pembaca dari tiap periode.  Misalnya saja, bila orang akan meneliti konkretisasi dan nilai sajak Chairil Anwar, maka dapat diteliti bagaimana resepsi pembaca semasa karya itu terbit, kemudian diteliti resepsi-resepsi pada periode-periode selanjutnya, dan resepsi pada periode sekarang ini terhadap karya-karya tersebut. Dengan demikian akan dapat diketahui atau disimpulkan bagaimana nilai estetik sebuah karya sastra berdasarkan resepsi-resepsi setiap periode itu. Dalam penelitian itu diteliti dasar-dasar apa yang dipergunakan oleh pembaca disetiap periode ; norma-norma apa yang menjadi dasar konkretisasinya ; dan diteliti kriteria apa yang menjadi dasar penilaiannya. Bila sebuah karya sastra dapat diketahui dasar konkretisasinya dan penilainnya disetiap periode yang dilaluinya, maka dapat disimpulkan nilai estetiknya sebagai karyua seni sastra. Bila disetiap periode karya sastra tersebut mendapat nilai positif, hal ini berarti karya sastra tersebut bernilai abadi, karya sastra tersebut bernilai tinggi.
            Penilaian estetika tanggapan (resepsi) dapat dikenakan pada naskah-naskah tulisan tangan sastra lama maupun sstra modern yang tercetak.

·         Penelitian Estetika Resepsi Naskah Tulisan Tangan Sastra Lama
Dalam karya sastra lama yang dicipta dalam kurun waktu sebelum ada percetakan, terdapat beberapa versi naskah tulisan tangan dari sebuah karya sastra. Hal ini disebabkan oleh penurunan naskah tulisan tangan dilakukan oleh beberapa orang yang menyalin naskah dengan tulisan tangan.
Dalam meneliti salah satu versi ini biasanya peneliti menggunakan metode perbandingan teks, membandingkan naskah yang satu dengan yang lain. Metode ini disebut metode stema yang diharapkan dapat ditumukan untuk yang diperkirakan menyamai bentuk archetype-nya, tulisan aslinya yang sudah tidak ada. Menurut teori ini dianggap terdapat kesalahan-kesalahan dalam menurun dari satu naskah ke naskah turunanya, karena dari waktu ke waktu naskah diturun, maka makin lama makin banyak kesalahan yang diturunkan sehingga naskah yang termuda mungkin akan sangat menyimpang dari naskah aslinya. Akan tetapi berdasarkan teori estetika resepsi mungkin kesalahan-kesalahan tersebut memang sengaja dibuat oleh para penyalinnya. Hal ini disebabkan oleh tiap periode mempunyai cakrawala harapannya sendiri. Maka, menurut teori estetika tanggapan, para penyalin itu bukan hanya sekedar menurun, melainkan menciptakan versi yang baru. Dengan demikian, menurut teori estetika tanggapan, tiap naskah itu dianggap asli dan tidak perlu dicari archetype-nya.

·         Penelitian Estetika Resepsi pada Karya Sastra Modern
Untuk meneliti karya sastra modern pada dasarnya sama dengan penelitian resepsi lama yaitu dengan metode seperti dikemukakan Segers yang telah terurai pada Fasal empat misalnya bila orang hendak meneliti resepsi sajak-sajak Chairil Anwar, orang merekonstruksikan macam-macam konkretisasinya dalam masa sejarahnya. Dapat dikatakan yang pertama kali menaggapi sajak-sajak Chairil Anwar adalah H.B. Jassin ; tanggapan berjudul “Chairil Anwar Pelopor Angkatan 45”. H.B. Jassinmenilai sajak-sajak Chairil Anwar secara judisial ekspresif, dengan kreteria estetik dan ekstra estetik. Dekatakan sajaknya revolusioner bentuk dan isi, meledak-ledak, melambung ke ketinggian menggamangkan dan menerjun ke kedalaman menghimpit-mengerikan.
            Disamping itu ada pula tanggapan dari golongan sastrawan lama atau kritikus LEKRA ynag berpaham “seni untuk rakyat” dan bersemboyan polotik sebagai panglima. Salah satu tanggapan dari kritikus LEKRA yang dpat dianggap sebagai wakilnya adalah Klara Akustia dalam tulisannya yang berjudul “Kepada Seniman Universil”. Secara bentuk ia sependapat dengan Jassin, tetapi corak revolusi kesusastraan Chairil Anwar tidak mengenai isi, hanya mengenai bentuk, yaitu formnya saja. Ia menolak pandangan hidup Chairil Anwar, tetapi mengakui bentuk sastra barunya. Dikemukakan kriteria penilaiannya : ‘Syarat hasil sastra yang tinggi nilai seninya bagi kita adalah dia harus isi dan bentuknya! Artinya dia harus indah, berseni, dan membawa pandangan hidup yang maju.
            Setelah J assin dan seniman LEKRA, maka terdapat Sutan Takdir Alisyahbana menanggapi dan memberi penilaian kepada sajak-sajak Chairil Anwar, namun pandangannya dapat dianggap mewakili suara angkatan Pujangga Baru. Tanggapan tampak dlaam artikelnya “Penilaian Chairil Anwar Kemabali”. Takdir menilai bahwa Chairil Anwar membawa suasana, gaya, ritme, tempo, nafas, dan kelincahan yang baru kepada sastra Indonesia.
            Karena penilaian Takdir Alisjahbana pragmatik, yang menghendaki karya sastra berguna bagi pembangunan bangsa, maka sajak-sajak Chairil Anwar yang pesimistis dan berisi pemberontakan itu diupamakan sebagai rujam asam, pedas, dan asin yang bermanfaat untuk mengeluarkan keringat, tetapi tidak dpat dijadikan sari kehidupan manusia.
            Ilmu sastra ynag berhubungan dengan tanggapan pembaca terhadap karya sastra disebut estetik resepsi, yaitu ilmu keindahan yang didasarkan pada tanggapan-tanggapan pembaca atau resepsi pembaca terhadap karya sastra. Dari waktu ke waktu karya sastra selalu mendapat tanggapan para pembaca. Tiap pembaca berbeda dalam menanggapi sebuah karya sastra. Perbedaan pembacaan karya sastra seorang pembaca dengan pembaca yang lain, dan dari satu periode ke periode lain itu disebabkan oleh dua hal yang merupakan dasar teori estetika resepsi. Pertama prinsip harapan Horizon dan kedua adalah tempat terbuka.
            Horizon harapan adalah harapan-harapan pembaca karya sastra sebelum membacanya. Pembaca sudah mempunyai wujud karya sastra dalam dirinya. Kalau wujud harapannya kemudian sesuai dengan wujud harapan dalam karya sastra yang dibacanya, maka ia akan mudah menerimanya. Akan tetapi kalau tidak sama wujud harapannya, maka ia akan mereaksinya baik dengan sikap antusias atau sikap menolaknya. Mungkin sebuah karya sastra pada akhirnya tidak ditanggapi oleh generasi berikutnya, maka karya sastra itu menjadi karya sastra masa lalu dan tidak mempunyai sejarah lagi. Mungkin juga, sebuah karya sastra yang pada waktu terbitnya tidak menerima tanggapan karena tidak sesuai dengan horizon harapan pada waktu itu, pada periode selanjutnya mendapat tanggapan yang baik. Contoh yang terkenal adalah novel Madame Bovary karya gustave flubert, novelis perancis yang dianggap sebagai bapak realisme modern.
            Horizon harapan pembaca itu ditentukan oleh tiga kriteria (segers,1978:41). Pertama, horizon harapan ditentuka oleh norma-norma yang terpancar dari teks-teks yang telah dibaca oleh pembaca: kedua, ditentukan oleh pengetahuan dan pengalaman atas semua teks yang telah dibaca sebelumnya: ketiga ditentukan oleh pertentangan antara fiksi dan kenyataan, yaitu kemampuan pembaca untuk memahami karya sastra, baik dalam horizon sempit dari harapan-harapan sastra maupun horizon luas dari pengetahuannya tentang kehidupan. Karya sastra merupakan fiksi (rekaan), tetapi juga berisi kenyataan kehidupan yang sesungguhnya. Oleh karena itu, pembaca yang belum dewasa, mungkin sekali tidak dapat memahami pengalaman orang dewasa yang tertuang dalam karya sastra.
            Disamping horizon harapan yang menyebabkan perbedaan pembacaan dan pemaknaan terhadap sebuah karya sastra, maka tempat terbuka (Leerstelle) dalam karya sastra itu sendiri yang menyababkan perbedaan tanggapan. Hal ini berhubungan dengan sifat karya sastra yang mengandung kemungkinan banyak tafsir. Misalnya dipergunakan kiasan-kiasan seperti metafora dan metonomi; begitu juga, dipergunakan gaya sugestif, tidak melukiska sesuatu secara detail (renik), hanya yang poko-pokok saja; begitu juga dipergunakan bentuk visual: tipogravi sajak, homologues, ataupun enjambement. Semuanya itu memberikan kemungkinan banyak tafsir.
Metode Estetika Resepsi
            Teori estetika resepsi menekankan perhatian utama pada pembaca karya sastra diantara jalinan segitiga: pengarang karya sastra, dan masyarakat pembaca. Sebuah karya sastra bukanlah objek yang berdiri sendiri dan memberikan wajah yang sama kepada tiap-tiap pembaca disetiap periode. Dalam metode estetika resepsi, berdasarkan prinsip diatas, diteliti tanggapan-tanggapan disetiap periode yaitu tanggapan-tanggapan sebuah karya sastra oleh para pembacanya. Yang dimaksudkan pembaca dalam hubungan ini adalah pembaca yang cakap atau ahli, bukan pembaca awam. Mereka adalah para kritikus dan ahli sastra yang dipandang dapat mewakili para pembaca pada periodenya.
            Dengan demikian, penelitian dengan metode estetika resepsi seperti yang dikemukakan oleh segers ialah (1) merekonstruksi bermacam-macam konkretisasi sebuah karya sastra dalam masa sejarahnya. (2) meneliti hubungan diantara konkretisasi-konkretisasi itu disatu pihak dan dilain pihak meneliti hubungan diantara karya sastra dengan konteks historis yang memiliki konkretisasi-konkretisasi itu (jadi ini berupa penelitian hubungan intertekstual antara karya sastra)
            Untuk meneliti norma-norma yang menentukan horizon harapan terhadap karya sastra tersebut, dapat dilakukan penelitian konkretisasi secara sinkronis ataupun diakronis. Penelitian sinkronis adalah penelitian tanggapan para pembaca seperiode terhadap sebuah (atau beberapa) karya sastra, yaitu penelitian norma-norma apa yang menentukan horizon harapan sebuah periode. Penelitian diakronis adalah penelitian konkretisasi sebuah (atau beberapa) karya sastra dari periode ke periode lain. Disini diteliti norma-norma apa yang menyebabkan perbedaan tanggapan tersebut.
Seperti terlihat pada contoh resepsi terhadap beberapa sajak Chairil Anwar. Sejak terbitnya sampai sekarang, sajak-sajak Chairil Anwar mendapat resepsi para pembacanya baik resepsi positif maupun negatif, yang disebabkan oleh horizon harapan yang berbeda. Dikemukakan  Jassin (1962), Chairil pertama kali muncul tahun 1943. ia membawa seberkas sajak untuk dimuat dalam panji pustaka yang redakturnya merupakan wakil suara pemerintah Jepang, menolak sajak-sajaknya. Dikatakan bahwa sajak-sajaknya individualistis. Kiasan-kiasannya terlalu barat seperti ahasveros, padahal ada langlangbuana dalam Hikayat Indonesia “Eros” adalah “Kama” (Ratih) Dewi Cinta. Kata pemimpin redaksi, “kita harus kembali ke Timur” ia menyuarakan suara Gun Kenetzu-han, jawatan propaganda dan sensor Jepang.
            Dikemukakan Jassin bahwa Chairil Anwar melancarkan serangan terhadap bentuk sajak lama, termasuk sajak pujangga baru. Dikemukakan contoh-contoh sajak-sajak baru adalah sajak-sajaknya sendiri yang revolusioner bentuk dan isi, sasak-sajak yang meledak-ledak, melambung ke ketinggian. jadi pada awalnya, sajak-sajak Chairil Anwar ditolak karena individualistisnya yang justru merupakan ciri khas sajak-sajaknya.
         
             

DAFTAR PUSTAKA
Rachmat, Joko Pradopo.1995. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Yudiono, KS. 2000. Ilmu Sastra. Semarang : Mimbar.